Ulfa Widya Lestari

Ulfa Widya Lestari
Aku suka sekali melihat momen saat matahari mulai terbenam. Senja itu begitu cepat berubah, memberikan pesona yang menghanyutkan, sebentar, lantas meninggalkan bumi dalam kelam. Gelapnya malam akan kulalui dengan penuh rancangan untuk hari esok, hingga matahari terbit datang dan menyapaku dengan sinarnya yang terang. ."

Friday, October 4, 2013

I Knew I Loved You

Hari ini, aku telah sampai kepada suatu rasa; meski aku tak tahu apa namanya. Banyak yang bilang ini kagum semata, tapi hati bilang ini lebih seperti cinta.
Mengenalmu aku belumlah diizinkan semesta, apalagi untuk berbagi kata-kata. Hanya bisik-bisik dari banyak bibir yang bilang betapa sempurnanya kamu, sesuai dengan debar yang tetiba datang bertamu ketika pandangan kita tak sengaja bertemu.



Di mataku, kamu adalah setoples kekaguman, penghantar senyuman, roda inspirasi, dan peta kebahagiaan yang melebur dalam satu rasa yang nampaknya masih begitu rahasia. Aku belum ingin mengintrogasi hati, karena masih ingin jadi pemerhati dari tirai tersembunyi. Melakoni peran sesosok yang memiliki perasaan diam-diam. Mengoleksi segala gerak-gerikmu yang selalu menyentil kornea ini.
Dibalik ketidaktahuanku tentangmu, aku ingin ada di tengah-tengah pusat pencarianmu. Aku ingin ada disitu sampai kamus kepalaku penuh dengan semua tentangmu.
Aku pun bingung, mengapa hati lebih dulu mengagumi padahal tak tahu ini itu tentangmu.

Segala sesuatu tentangmu di dunia yang jauh daripada nyata, seakan mampu menghibur dengan tidak biasa. Lalu secara bertahap rasa kagum hadir dengan cara yang sama. Bagaimana bisa ada rasa yang bertumbuh, sebelum tatap mata bertemu lebih jauh.

Diam-diam aku mencari tahu tentang kamu, di antara kabar-kabar yang tersebar dengan lebih jitu. Diam-diam aku mengharapkan adanya sebuah temu, meski sepertinya tampak ganjil. Diam-diam kamu mengganggu di bagian hati yang paling kecil.
Yang kuinginkan, ini hanya sementara. Sebab untuk selamanya, kuinginkan kita telah bersama, saling mencipta berbagai bentuk gembira. Yang kuangankan, menjadi alasanmu menggapai bahagia. Sebab kamu telah lebih dahulu menjadi pembawa sukacita, bahkan sebelum kita menjadi nyata.

Betapa ajaib sebuah rasa hingga mampu meletupkan jutaan asa di dalam dada. Sementara tentangmu saja aku masih belum tahu apa-apa. Seperti berjalan dalam gelap, namun aku tahu ke mana kaki harus melangkah. Sebab hadirmu dalam hati, sudah menjadi penerang arah.

Pada setiap kagum, ada pergerakan detak yang saling berdentum. Tanpa harus sering-sering temu kuhitung, namamu tersebar layaknya reklame di tiap sudut relung. Pada suatu detik, aku ingin naik ke suatu panggung untuk mengenalimu lebih dari sekedar melihat saat berbalik punggung. Tapi di detik yang lain, beraniku belum cukup usia untuk menampakkan apa yang sebenarnya kurasa.
Entah mana yang lebih baik, berada disini selamanya tanpa kau tahu apa-apa atau memberitahumu secepatnya tentang apa yang menganjal dada? Atau lebih baik berada di antara, tunggu semesta yang menjadi pengantara?

Di balik tundukkan kepala untuk meredam segala debaran yang kurasa, ada kecil harapan supaya kita bisa saling kenal di waktu yang sesungguhnya. Di balik kagum yang diam-diam masih kusemai, ada keinginan supaya rasaku padamu akan sampai.
Semesta belum mengizinkan, pun aku mungkin belum siap untuk dihadiahi sebuah pertemuan. Semisal nanti kita dipertemukan di pertengahan jalan, entah akan dengan cara apa bahagia mampu untuk kuungkapkan.
Mungkinkah itu kamu, yang akan melengkapiku menjadi kita? Mungkinkah itu kamu, yang akan menjadi kuala dari segala debar dalam dada?

Meski belum menjadi siapa-siapa, bukan berarti aku tak pernah ingin kita saling menyapa. Setiap kamu melintas, ada pandanganku yang tak mau lepas. Setiap kamu tersenyum, ada dadaku berdentum.
Kamu kurasa berbeda dari yang sudah-sudah. Kamu membawa begitu besar bahagia dari begitu kecil kesempatan bersama. Mengagumimu aku tak akan lelah, mengusahakan temu aku tak akan menyerah. Sebab hatimu serupa sebuah rumah, tempat aku berteduh dari penat kehilangan arah.
Semoga kelak tak ada lagi keraguan untuk mendekat, ketika cinta sudah datang, kemudian kita merekat.
   


*ditulis berdasarkan interpretasi lagu
"I Knew I Loved You-Savage Garden"





No comments:

Post a Comment